Laporan Pendahuluan DM (Diabetes Melitus)

a. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis adalah penyakit akibat terganggunya proses metabolisme gula darah di dalam tubuh, sehingga kadar gula dalam darah menjadi tinggi. Kadar gula dalam darah penderita diabetes saat puasa adalah lebih dari 126 mg/dl dan saat tidak puasa atau normal lebih dari 200 mg/dl. Sedangkan pada orang normal kadar gulanya berkisar 60-120 mg/dl.
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi (Brunner & Suddarth, 2002).
Kadar Glukosa darah sewaktu puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar Glukosa darah sewaktu (mg/dl) Plasma
Vena < 110 110 – 199 > 200
Darah
Kapiler < 90 90 – 199 > 200
Kadar Glukosa darah puasa (mg/dl) Plasma
Vena < 110 110 – 125 > 125
Darah
Kapiler < 90 90 – 109 > 110

Klasifikasi Diabetes Mellitus
1. Diabetes Tipe 1: defisiensi insulin absolut (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM))
2. Diabetes tipe II: resistensi insulin dan atau defek sekresi insulin (Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus [NIDDM]), terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin)
3. Diabetes Melitus tipe lain:
• Penyakit dari pankreas eksokrin (al.pankreatitis)
• Endokrinopati (al. acromegaly, cushing syndrome)
• Induksi obat atau zat kimia dan lain-lain
4. Diabetes Melitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus [GDM])
b. Etiologi Diabetes Melitus
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel ? dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel ? tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel? pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
Terapi-Diabetes Mellitus
Tujuan terapi
- Pengendalian kadar glukosa darah sepanjang hari pada rentang acceptable
- Menghindarkan gejala DM
- Meminimalkan dan mencegah komplikasi
- Menghindarkan hipoglikemia
c. Patofisiologi Diabetes Melitus
Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh. Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter.

d. Manifestasi Klinis
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a.Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b.Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c.Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d.Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e.Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
Diagnosis DM Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) ditandai dengan adanya gejala berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impoteni pada pria serta pruritus vulva pada wanita
f. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin.
Pada penderita dengan diabetes mellitus harus rantang gula dan makanan yang manis untuk selamanya. Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu :
J I : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.
J 2 : jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.
J 3 : jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis).
Diet pada penderitae diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian antara lain :
a. Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30 %, protein 20 %.
b. Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %.
c. Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %.
d. Diet B1 dan B¬2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal ginjal.
Indikasi diet A :
Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya.
Indikasi diet B :
Diberikan pada penderita diabetes terutama yang :
a. Kurang tahan lapan dengan dietnya.
b. Mempunyai hyperkolestonemia.
c. Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya pernah mengalami cerobrovaskuler acident (cva) penyakit jantung koroner.
d. Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik tetapi belum ada nefropati yang nyata.
e. Telah menderita diabetes dari 15 tahun
Indikasi diet B1
Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu penderita diabetes terutama yang :
a. Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia.
b. Kurus (underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %.
c. Masih muda perlu pertumbuhan.
d. Mengalami patah tulang.
e. Hamil dan menyusui.
f. Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis.
g. Menderita tuberkulosis paru.
h. Menderita penyakit graves (morbus basedou).
i. Menderita selulitis.
j. Dalam keadaan pasca bedah.
Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra indikasi penggunaan protein kadar tinggi.
Indikasi B2 dan B3
Diet B2
Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang klirens kreatininnya masih lebar dari 25 ml/mt.
Sifat-sifat diet B2
a. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein kurang.
b. Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20 % lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial.
c. Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 – 2300 kalori / hari.
Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah.
Diet B3
Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik yang klibers kreatininnya kurang dari 25 MI/mt
Sifat diet B3
a. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari).
b. Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari.
c. Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan 2300 / hari. (bila tidak akan merubah jumlah protein).
d. Tinggi karbohidrat dan rendah lemak.
e. Dipilih lemak yang tidak jenuh.
Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk latihan ringan yang dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah jam sesudah makan. Juga dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari, pagi dan sore hari dengan maksud untuk menurunkan BB.
Penyuluhan kesehatan.
Untuk meningkatkan pemahaman maka dilakukan penyuluhan melalui perorangan antara dokter dengan penderita yang datang. Selain itu juga dilakukan melalui media-media cetak dan elektronik.
g. Pelaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
2) Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
3) Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
4) Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
5) Integritas Ego
Stress, ansietas
6) Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
7) Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
8) Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
9) Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
10) Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
11) Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Diagnosa yang mungkin muncul:
a. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Tujuan (NOC):
Klien mentoleransikan aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan, penghematan energi, dan perawatan diri, aktivitas kehidupan sehari-hari (AKSI).
Kriteria evaluasi:
• Mengidentifikasikan aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.
• Berpertisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan yang memadai pada denyut jantung.
• Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan okisigen, pengobatan, atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
Intervensi (NIC):
 Terapi aktivitas
 Pengelolaan energy
Aktivitas keperawatan:
• Kaji respons emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
• Tentukan penyebab keletihan
• Pantau respons kardiorespiratori terhadap aktivitas
• Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber-sumber energy.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual/muntah
Tujuan(NIC):
Menunjukkan status gizi: asupan makanan, cairan, dan zat gizi, ditandai dengan indicator berikut( sebutkan nilainya 1-5: tidak adekuat, ringan sedang, kuat, atau adekuat total)
Kriteria evaluasi:
• Mempertahankan BB
• Menjelaskan komponen keadekuatan diet gizi
• Menyatakan keinginan untuk mengikuti diet
• Toleransi terhadap diet yang dianjurkan
• Melaporkan keadekuatan tingkat enrgi
Intervensi (NIC):
• Pengelolaan gangguan makan
• Pengelolaan nutrisi
• Bantuan menaikkan berat badan
Aktivitas keperawatan:
• Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
• Pantau nilai laboratorium, khususnya transferrin, albulin, dan elektrolit
• Pengelolaan nutrisi
c. Resiko infeksi b.d pertahanan tubuh yang tidak adekuat
Tujuan (NOC):
 Faktor resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh keadekuatan status imun pasien, pengetahuan yang penting: pengendalian infeksi, dan secara konsisten menunjukkan perilaku deteksi risiko, dan pengendalian risiko.
 Pasien menunjukkan pengendalian risiko, dibuktikan oleh indicator berikut ini ( antara 1-5 tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten menunjukkan).
Kriteria evaluasi:
• Terbebas dari tanda atau gejala infeksi
• Menunjukkan hygiene pribadi yang adekuat
• Menggambarkan factor yang menunjang penularan infeksi

Intervensi (NIC):
 Pemberian imunisasi/vaksinasi : pemberian imunisasi untuk mencegah penyakit menular.
 Pengendalian infeksi : meminimalkan penularan agens infeksius.
 Perlindungan terhadap infeksi : mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien yang berisiko
Aktivitas keperawatan :
• Pantau tanda atau gejala infeksi
• Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi
• Amati penampilan praktik hygiene pribadi untuk perlindungan terhadap infeksi.
d. Kekurangan volume cairan b.d ehilangan volume cairan aktif
Tujuan (NIC):
• Keseimbangan elektrolit dan asam-basa: keseimbangan elektrolit dan nonelektrolit dalam ruang intrasel dan ekstrasel tubuh
• Kekurangan cairan : keseimbangan air dalam ruang intrasel dan ekstrasel tubuh
Kriteria evaluasi:
• Memiliki hemoglobin dan hematocrit dalam batas normaluntuk pasien
• Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang harapkan
• Tidak mengalami haus yang tidak normal
• Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam
• Menampilkan hidrasi yang baik(membrane mukosa lembab, mampu berkeringat)
Intervensi (NIC):
1. Pengelolaan elektrolit
2. Pengelolaan cairan
3. Pemantauan cairan
4. Pengelolaan hipovolemia
5. Terapi intravena(IV)
6. Pengelolaan syok, volume
Aktivitas keperawatan:
• Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
• Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
• Pantau perdarahan(misalnya obat-obatan, demam,stress, dan program pengobatan
• Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, klorida, dan kreatinin.
7. Ansietas b.d ancaman atau perubahan pada status kesehatan
Tujuan (NOC):
o Ansietas berkurang ditunjukkan dengan menunjukkan control agresi, control ansietas, koping, control impuls, pemahaman multilasi diri, dan interaksi social.
o Menunjukkan control ansietas
Kriteria Evaluasi:
o Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun ada kecemasan
o Tidak menunjukkan perilakuagresif
o Mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negative secara tepat
Intervensi (NIC):
Pengurangan ansietas
Aktivitas keperawatan:
o Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan klien
o Selidiki dengan klien tentang teknik yang telah dimiliki dan balum dimiliki
o Sarankan terapi alternative untuk mengurangi ansietas yang di terima oleh klien
o Ciptakan lingkungan yang tenang











Daftar pustaka
http://www.scribd.com/doc/29461070/ASKEP-DM
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Wilkinson,M. Judith. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran(EGC).

0 komentar: